Secara bahasa manusia berasal dari bahasa sanskerta yaitu manu dan bahasa latin mens, yang berarti berpikir, berakal budi atau mahluk yang berakal budi (mampu menguasai mahluk lain).
Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok atau seorang individu
Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan.
Oleh karena itu lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap manusia itu sendiri, hal ini dapat dilihat pada gambar siklus hubungan manusia dengan lingkungan sebagai berikut:
Siklus Hubungan Manusia
lingkungan dan manusia atau manusia dan lingkungan merupakan hal yang tak terpisahkan sebagai ekosistem, yang dapat dibedakan mejadi:
– Lingkungan alam yang befungsi sebagai sumber daya alam
– Lingkungan manusia yang berfungsi sebagai sumber daya manusia
– Lingkungan buatan yang berfungsi sebagai sumber daya buatan
B. Pengertian Budaya
Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal dari Bahasa Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur. Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Definisi budaya dalam pandangan ahli antropologi sangat berbeda dengan pandangan ahli berbagai ilmu sosial lain. Ahli-ahli antropologi merumuskan definisi budaya sebagai berikut:
E.B. Taylor: 1871 berpendapat bahwa budaya adalah: Suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan Linton: 1940, mengartikan budaya dengan: Keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.
Adapun Kluckhohn dan Kelly: 1945 berpendapat bahwa budaya adalah: Semua rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia
Lain halnya dengan Koentjaraningrat: 1979 yang mengatikan budaya dengan: Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa unsur belajar merupakan hal terpenting dalam tindakan manusia yang berkebudayaan. Hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar.
Dari kerangka tersebut diatas tampak jelas benang merah yang menghubungkan antara pendidikan dan kebudayaan. Dimana budaya lahir melalui proses belajar yang merupakan kegiatan inti dalam dunia pendidikan.
Selain itu terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu :
1. wujud pikiran, gagasan, ide-ide, norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud pertama dari kebudayaan ini bersifat abstrak, berada dalam pikiran masing-masing anggota masyarakat di tempat kebudayaan itu hidup;
2. aktifitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain setiap saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat kelakuan. Sistem sosial ini bersifat nyata atau konkret;
3. Wujud fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat.
Budaya sebagai Sistem gagasan
Budaya sebagai sistem gagasan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau di foto, karena berada di dalam alam pikiran atau perkataan seseorang. Terkecuali bila gagasan itu dituliskan dalam karangan buku.
Budaya sebagai sistem gagasan menjadi pedoman bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku. Seperti apa yang dikatakan Kluckhohn dan Kelly bahwa “Budaya berupa rancangan hidup” maka budaya terdahulu itu merupakan gagasan prima yang kita warisi melalui proses belajar dan menjadi sikap prilaku manusia berikutnya yang kita sebut sebagai nilai budaya.
Jadi, nilai budaya adalah “gagasan” yang menjadi sumber sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan sosial budaya. Nilai budaya dapat kita lihat, kita rasakan dalam sistem kemasyarakatan atau sistem kekerabatan yang diwujudkan dalam bentuk adat istiadat. Hal ini akan lebih nyata kita lihat dalam hubungan antara manusia sebagai individu lainnya maupun dengan kelompok dan lingkungannya.
Perwujudan kebudayaan
JJ. Hogman dalam bukunya “The World of Man” membagi budaya dalam tiga wujud yaitu: ideas, activities, dan artifacts. Sedangkan Koencaraningrat, dalam buku “Pengantar Antropologi” menggolongkan wujud budaya menjadi:
a. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
b. Sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
c. Sebagai benda-benda hasil karya manusia
Berdasarkan penggolongan wujud budaya di atas kita dapat mengelompokkan budaya menjadi dua, yaitu: Budaya yang bersifat abstrak dan budaya yang bersifat konkret.
Budaya yang Bersifat Abstrak
Budaya yang bersifat abstrak ini letaknya ada di dalam alam pikiran manusia, misalnya terwujud dalam ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan cita-cita. Jadi budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal dari kebudayaan. Ideal artinya sesuatu yang menjadi cita-cita atau harapan bagi manusia sesuai dengan ukuran yang telah menjadi kesepakatan.
Budaya yang Bersifat konkret
Wujud budaya yang bersifat konkret berpola dari tindakan atau peraturan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan atau diphoto. Koencaraningrat menyebutkan sifat budaya dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas: perilaku, bahasa dan materi.
a. Perilaku
Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkah laku dalam situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus mengikuti pola-pola perilaku (pattern of behavior) masyarakatnya.
b. Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem simbol-simbol yang dibunyikan dengan suara (vokal) dan ditangkap dengan telinga (auditory). Ralp Linton mengatakan salah satu sebab paling penting dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai ke tingkat seperti sekarang ini adalah pemakaian bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berpikir dan berkomunikasi. Tanpa kemampuan berpikir dan berkomunikasi budaya tidak akan ada.
c. Materi
Budaya materi adalah hasil dari aktivitas atau perbuatan manusia. Bentuk materi misalnya pakaian, perumahan, kesenian, alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, dan alat transportasi.
Unsur-unsur materi dalam budaya dapat diklasifikasikan dari yang kecil hingga ke yang besar adalah sebagai berikut:
1. Items, adalah unsur yang paling kecil dalam budaya.
2. Trait, merupakan gabungan dari beberapa unsur terkecil
3. Kompleks budaya, gabungan dari beberapa items dan trait
4. Aktivitas budaya, merupakan gabungan dari beberapa kompleks budaya.
Gabungan dari beberapa aktivitas budaya menghasilkan unsur-unsur budaya menyeluruh (culture universal). Terjadinya unsur-unsur budaya tersebut dapat melalui discovery (penemuan atau usaha yang disengaja untuk menemukan hal-hal baru).
ISI (SUBSTANSI) UTAMA BUDAYA
Substansi utama budaya adalah sistem pengetahuan, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan. Tiga unsur yang terpenting adalah sistem pengetahuan, nilai, dan pandangan hidup.
1. Sistem Pengetahuan
Para ahli menyadari bahwa masing-masing suku bangsa di dunia memiliki sistem pengetahuan tentang:
Alam sekitar
Alam flora dan fauna
Zat-zat
manusia
Sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia
Ruang dan waktu.
Unsur-usur dalam pengetahuan inilah yang sebenarnya menjadi materi pokok dalam dunia pendidikan di seluruh dunia.
2. Nilai
Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Keputusan nilai dapat menentukan sesuatu berguna atau tidak berguna, benar atau salah, baik atau buruk, religius atau sekuler, sehubungan dengan cipta, rasa dan karsa manusia.
Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik (nilai moral atau etis), religius (nilai agama). Prof. Dr. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga bagian yaitu:
– Nilai material, yaitu segala sesuatu (materi) yang berguna bagi manusia.
– Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktivitas
– Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang bisa berguna bagi rohani manusia.
3. Pandangan Hidup
Pandangan hidup adalah suatu nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dan dipilih secara selektif oleh individu, kelompok atau suatu bangsa. Pandangan hidup suatu bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya, dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa manusia sebagai makhluk yang paling sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola bumi. Karena manusia diciptakan untuk menjadi khalifah, sebagaimana dijelaskan pada surat Al-Baqarah: 30
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Oleh karena itu manusia harus menguasai segala sesuatu yang berhubungan dengan kekhalifahannya disamping tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki. Masalah moral adalah yang terpenting, karena sebagaimana Syauqi Bey katakan:
إنّما الأمم الأخلاق مابقيت فإنهمو ذهبت أخلاقهم ذهبوا
Artinya: “Kekalnya suatu bangsa ialah selama akhlaknya kekal, jika akhlaknya sudah lenyap, musnah pulalah bangsa itu”..
Akhlak dalam syair di atas menjadi penyebab punahnya suatu bangsa, dikarenakan jika akhlak suatu bangsa sudah terabaikan, maka peradaban dan budaya bangsa tersebut akan hancur dengan sendirinya. Oleh karena itu untuk menjadi manusia yang berbudaya, harus memiliki ilmu pengetahuan, tekhnologi, budaya dan industrialisasi serta akhlak yang tinggi (tata nilai budaya) sebagai suatu kesinambungan yang saling bersinergi, sebagaimana dilukiskan dalam bagan berikut:
Hommes mengemukakan bahwa, informasi IPTEK yang bersumber dari sesuatu masyarakat lain tak dapat lepas dari landasan budaya masyarakat yang membentuk informasi tersebut. Karenanya di tiap informasi IPTEK selalu terkandung isyarat-isyarat budaya masyarakat asalnya. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa, karena perbedaan-perbedaan tata nilai budaya dari masyarakat pengguna dan masyarakat asal teknologinya, isyarat-isyarat tersebut dapat diartikan lain oleh masyarakat penerimanya.
Disinilah peran manusia sebagai makhluk yang diberi kelebihan dalam segala hal, untuk dapat memanfaatkan segala fasilitas yang disediakan oleh Allah SWT melalui alam ini. Sehingga dengan alam tersebut manusia dapat membentuk suatu kebudayaan yang bermartabat dan bernilai tinggi. Namun perlu digarisbawahi bahwa setiap kebudayaan akan bernilai tatkala manusia sebagai masyarakat mampu melaksanakan norma-norma yang ada sesuai dengan tata aturan agama.
Hubungan antara Budaya dan Teknologi
Pada dasarnya teknologi yang ada saat ini ada karena suatu budaya
yang telah ada sejak lama. Dasar-dasar ilmu yang ada untuk menciptakan
teknologi itu pun di dapat dari penelitian suatu ilmiah yang terkandung
dari suatu budaya. Maka karena itulah budaya dan teknologi saling
ketergantungan.
Pengaruh Teknologi Informasi dan Komunikasi Terhadap Budaya Timur
Komunikasi adalah salah satu unsur penting di dalam kehidupan, apa
lagi manusia adalah mahluk social. Manusia sekarang sudah semakin mudah
dalam berkomunikasi. Ternyata arus informasi ini berdampak besar pada
kehidupan kita. Lihat saja kehidupan pemuda sekarang. Dulu, berciuman
bibir-ketemu-bibir dapat dikatakan sangat tabu. Seiring perkembangan
jaman budaya berciuman bibir-ketemu-bibir, bak kacang kapri yang dapat
ditemui di setiap warung, bahkan menjadi makanan favorit mungkin.
Sedikit demi sedikit jika kita tidak bisa membentengi diri dengan
memperkuat dimensi budaya kita, mungkin budaya kita nilai-nilainya akan
tergeser. Apakah kamu ikut berkontribusi?
Kenapa justru Budaya Timur yang dirasa tergeser?, bukannya Budaya
Barat?. Secara umum, budaya timur itu identik dengan batasan batasan
norma di setiap aspek kehidupan, bersifat religious, rumit penuh dengan
metode. Tetapi budaya barat justru lemih condong kearah kebalikan dari
budaya timur itu sendiri, budaya barat lebih identik dengan corak
kebebasan. Di dalam budaya barat ini biasanya semua berlandaskan logika
dan kebutuhan. Makanya seseorang sewaktu waktu akan merasa tertekan jika
mengikuti budaya timur, kalau mereka tahu budaya barat lebih bebas.
Begitulah…, setiap manusia mungkin tidak ingin norma norma tersebut
sebagai penghalang di dalam kehidupan mereka. Jadi orang tesebut mungkin
akan memilih budaya barat.
Bagaikan buaya air tawar dimasukkan ke dalam air laut. Jika kita yang belum siap menerima budaya barat, pasti saja kita akan mendapati masalah. Seperti yang telah kita ketahui perkembangan TIK menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia . Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan tersebut mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong, senyum, sapa, cium tangan, bahasa yang baik dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi. Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah.
Bagaikan buaya air tawar dimasukkan ke dalam air laut. Jika kita yang belum siap menerima budaya barat, pasti saja kita akan mendapati masalah. Seperti yang telah kita ketahui perkembangan TIK menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia . Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan tersebut mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong, senyum, sapa, cium tangan, bahasa yang baik dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi. Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah.
Hal lain yang merupakan pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian
bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya
bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal
dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau
kamu sebagai pertimbangan nilai rasa. Sekarang ada kecenderungan di
kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek
Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu
kita sering dengar anak muda mengunakan bahasa Indonesia dengan
dicampur-campur bahasa inggris seperti OK, No problem dan Yes’.
Kata-kata ini disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan dan
sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya hidup dan fashion.
Gaya berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi
norma kesopanan telah berubah mengikuti perkembangan jaman. Ada
kecenderungan bagi remaja putri memakai pakaian minim dan ketat yang
memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya perpakaian minim ini dianut
dari film-film dan majalah-majalah luar negeri yang ditransformasikan
kedalam sinetron-sinetron Indonesia . Derasnya arus informasi, yang juga
ditandai dengan hadirnya internet, turut serta `menyumbang` bagi
perubahan cara berpakaian. Salah satu keberhasilan penyebaran kebudayaan
Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu dan teknologi yang berkembang
di Barat merupakan suatu yang universal. Masuknya budaya barat (dalam
kemasan ilmu dan teknologi) diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah
globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur
sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan nilai-nilai
ketimuran.
Jadi masyarakat diberikan pilihan “Kualitas” atau “selera”. Hal ini
dapat menjadikan kesenian atau budaya etnis kita dipandang sebelah
mata. Dan digusur oleh budaya barat dengan kesenian popnya bercorak
kebebasan. Jadi bagaimana? Cara yang paling ampuh adalah meningkatkan
SDM yang berpatokan kepada budaya bangsa. Sekolah harus bisa membantu
dalam pembentukan karakter. Peran orang tua juga penting, menanamkan
nilai nilai budaya timur. Pemerintah juga harus berkontribusi dalam hal
ini, misalnya mengkaji norma mengenai pergeseran budaya. Masyarakat
harus berhati hati dalam meniru budaya budaya lain sehingga tidak
berdampak buruk pada jati diri bangsa. Media masa adalah contributor
utama dalam globalisasi, jadi media masa perlu mengkaji informasi yang
kana disampaikan kepada masyarakat. Dengan begini semua orang bisa
berperan aktif dalam mempertahankan budaya kita. Kita harus memperkuat
dimensi budaya kita. Sehingga kita bisa mempertahankan budaya kita.
Dampak perkembangan teknologi informasi terhadap jati diri budaya bangsa
Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat memang memberikan kesempatan bagi semua orang untuk mengakses secara real-time informasi terkini yang terjadi di belahan dunia manapun dan tidak ada batasan sama sekali (borderless).
Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat memang memberikan kesempatan bagi semua orang untuk mengakses secara real-time informasi terkini yang terjadi di belahan dunia manapun dan tidak ada batasan sama sekali (borderless).
Namun demikian, di sisi yang lain ternyata perkembangan IT dapat
berbahaya karena dikhawatirkan dengan begitu kencangnya aliran informasi
tersebut dapat menyebabkan jati diri dan budaya bangsa ikut luluh
lantak terbawa arus.
Memang di setiap kisi-kisi kehidupan terdapat dua hal yang saling
berseberangan. Ibarat dua sisi mata uang, akibat dari suatu perkembangan
hidup dapat menyebabkan kebaikan dan keburukan. Oleh karena itu
dibutuhkan kecerdasan rohani – di samping kecerdasan jasmani – sehingga
kemajuan yang dicapai oleh umat manusia dapat diseleraskan dan diarahkan
kepada kepentingan bersama dan lebih diutamakan untuk hasil yang
positif.
Sumber:
· A.A. Sitompul, Manusia dan Budaya, Jakarta: Gunung Mulia, 1993
· Dp. Maas, Materi Pokok UT Antropologi Budaya, Jakarta: Universitas Terbuka, 1985
· Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998
· Ensiklopedi Indonesia (Edisi Khusus) Jilid 4, Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1991
· http://erikson-lorenzo.blogspot.com/2011/03/ilmu-budaya-dasar-hakekat-manusia-dan.html
· http://fiqblues.blogspot.com/2011/11/hubungan-antara-budaya-dan-teknologi.html
· Kebudayaan, Mentalis, dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993
· Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Jambatan, 1975
· Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi, Jakarta: Rineka Cipta, 2003
· M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 15, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Nasruddin Razak, Dienul Islam, Bandung: PT. Al-Ma”arif, 1986